Minggu, 02 Maret 2014

Tafsir Al Qur’an dan Kehidupan

UANG TEBUSAN PADA HARI KIAMAT
DR. Ahmad Zain An Najah, MA
وَاتَّقُواْ يَوْماً لاَّ تَجْزِي نَفْسٌ عَن نَّفْسٍ شَيْئاً وَلاَ يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلاَ يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلاَ هُمْ يُنصَرُونَ
Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa’at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong. ( Qs Al Baqarah : 48 )
Banyak pelajaran yang bisa diambil dari ayat di atas, diantaranya adalah :
Pelajaran Pertama :
Ayat di atas masih ditujukan kepada Bani Israel, walaupun sebenarnya juga ditujukan kepada seluruh manusia, setelah mereka diperintahkan berkali-kali untuk mengingat nikmat Allah yang diberikan kepada nenek moyang mereka…maka kali ini Allah memerintahkan mereka untuk mengingat kematian, mengingat suatu hari dimana tiada manfaat pertolongan seseorang terhadap orang lain, tidak pula rekomendasi dan uang sogokan ataupun uang tebusan.
Seakan-akan Allah ingin mengingatkan kepada Bani Israel dan kepada seluruh manusia bahwa bagaimanapun tingginya kedudukan manusia di dunia ini, maka pada hari kiamat kedudukan tersebut tidaklah ada manfaatnya sedikitpun. Benar,…pada ayat sebelumnya Allah telah menjelaskan kepada Bani Israel bahwa nenek moyang mereka adalah bangsa yang paling unggul pada waktu itu, karena mereka beriman kepada Allah dan para Rosul-Nya, akan tetapi kebesaran nenek moyang mereka tidaklah bermanfaat bagi anak keturunannya pada hari kiamat. Maka jangan bangga dulu wahai Bani Israel terhadap kebesaran nenek moyang kamu…selama kamu tidak bisa seperti mereka, yaitu berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Allah, maka kebanggan itu tidak ada manfaatnya. (lebih…)
BENARKAH YAHUDI ADALAH UMAT YANG UNGGUL?
DR. Ahmad Zain An Najah, MA
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُواْ نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ
Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat ( Qs Al Baqarah : 47 )
Beberapa pelajaran dari ayat di atas :
Pelajaran Pertama :
Pada ayat di atas Allah swt mengingatkan untuk kesekian kalinya kepada Bani Israil, terutama yang hidup pada zaman nabi Muhammad saw begitu juga kepada generasi sesudahnya, akan nikmat-nikmat Allah swt yang diberikan kepada nenek moyang mereka. Hal itu karena nikmat nenek moyang merupakan nikmat anak keturunan mereka juga(), kejayaan nenek moyang merupakan kejayaan anak keturunan mereka juga. Kemudian timbul suatu pertanyaan : kenapa Allah swt secara terus menerus mengingatkan Bani Israel akan nikmat-nikmatNya yang diberikan kepada mereka ? Padahal pada ayat-ayat sebelumnya Allah juga telah mengingatkan hal itu ?
Jawabannya adalah :
1/ Nikmat yang diingatkan Allah swt kepada Bani Israel pada ayat-ayat sebelumnya adalah nikmat yang masih umum, maka perlu diingatkan kepada mereka akan nikmat yang lebih terperinci lagi.
2/ Semakin banyak seseorang atau sekelompok orang mengingat nikmat Allah, semakin pula mendorong mereka untuk segera melaksanakan perintah Allah swt dan menjauhi segala larangan-Nya(), karena seseorang yang masih mempunyai hati bersih tentunya akan berusaha membalas jasa-jasa, paling tidak berterima kasih kepada siapa saja yang pernah berbuat baik kepadanya. Tentunya balasan terima kasih itu akan besar dan luar biasa manakala yang dibalas dan disyukuri itu adalah Dzat Yang menciptakannya, menghidupkannya, merawatnya, memberikan rizki kepadanya, melindunginya dari segala marabahaya, memberikannya anak, jabatan, kesehatan dan yang paling penting : memberikan kepadanya hidayah dan taufik sehingga menjadi orang Islam yang patuh terhadap perintah-perintah-Nya.
3/ Nikmat ini terus saja diulang-ulang oleh Allah swt agar mereka terpacu dan terdorong untuk segera beriman kepada nabi Muhammad saw dan beriman kepada apa yang dibawanya, yaitu Al Qur’an.() (lebih…)
TELADAN ORANG-ORANG KHUSYU’
DR. Ahmad Zain An Najah, MA
وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
” Dan mintalah pertolongan ( kepada ) Allah dengan sabar dan sholat.Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang  khusyu’ , ( yaitu ) orang-orang yang menyakini , bahwa mereka akan menemui Robb-nya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya ” ( QS Al Baqarah : 45 -46 )
Pada tulisan yang lalu telah diterangkan hakekat khusyu’ menurut Al Qur’an, dan Hadist serta padangan para ulama. Pada tulisan di bawah ini akan diterangkan bagaimana Rosulullah saw menyikapi beberapa  fenomena yang terjadi disekitarnya dengan hati yang khusyu’, menangis dan bersimpuh di hadapan Allah swt. Diantaranya adalah :
Pertama : Menangis ketika sholat,
Apakah ketika sholat dianjurkan menangis ? Sebenarnya yang dianjurkan bukanlah menangis, akan tetapi kehadiran hati ketika membaca ayat-ayat suci Al Qur’an dalam sholat, begitu juga ketika berdo’a dan bertasbih serta bertakbir. Dari hasil perenungan dan tadabbur terhadap apa yang dibaca itulah seseorang akhirnya bisa menangis…. Menangis karena takut terhadap adzab Allah swt, menangis karena merasa banyak dosa-dosa yang dikerjakan selama ini dan ia ingin bertaubat kepada Allah swt, menangis karena tidak pandai mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepadanya, menangis karena mengingat hari akherat. Inilah yang dialami oleh Rosulullah saw dalam sholatnya, dalam suatu hadist disebutkan :
 وعَن عبد اللَّه بنِ الشِّخِّير – رضي اللَّه عنه – قال : أَتَيْتُ رسُولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم وَهُو يُصلِّي ولجوْفِهِ أَزِيزٌ كَأَزِيزِ المرْجَلِ مِنَ البُكَاءِ
Dari Abdullah bin Syuhair r.a berkata : ” Aku mendatangi Rosulullah saw sedang beliau dalam keadaan sholat, terlihat beliau sedang menangis terisak-isak bagaikan air  dalam tungku yang sedang masak ( HR Nasai no : 1214 , Abu Daud no : 904 , Shohih Targhib, no : 544 )
Dalam hadist di atas hanya disebutkan bahwa Rosulullah saw menangis terisak-isak, artinya tidak mengeluarkan suara. Karena dalam sholat seseorang walaupun betapapun ia terbawa perasaannya dengan ayat-ayat Al Qur’an, akan tetapi tidak boleh berteriak-teriak sehingga keluar suaranya, karena hal itu bisa membatalkan sholat. Dalam hadist lain disebutkan : (lebih…)
MENGGAPAI HATI YANG KHUSU’
DR. Ahmad Zain An Najah, MA
وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
” Dan mintalah pertolongan ( kepada ) Allah dengan sabar dan sholat.
Dan sesungguhhya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusu’ , ( yaitu ) orang-orang yang menyakini , bahwa mereka akan menemui Robb-nya dan bahwa mereka akan kembali kepad-Nya ” ( QS Al Baqarah : 45 -46 )
Pada tulisan yang lalu telah diterangkan tentang sabar dan sholat serta pengaruhnya terhadap penyelesaian problematika hidup. Begitu juga sudah kita ketahui bahwa sabar dan sholat ini akan sangat sulit dikerjakan secara baik dan terus menerus kecuali oleh orang-orang yang khusu’. Pada tulisan di bawah ini akan diterangkan hakekat khusu’ menurut Al Qur’an, dan Hadist serta padangan para ulama. Untuk mempermudah pembahasan akan dibagi menjadi beberapa pelajaran :
Pelajaran Pertama :
Khusu’ merupakan inti sari dalam ibadat sholat, tanpanya sholat tidak mempunyai arti. Kedudukan khusu’ dalam sholat bagaikan nyawa dalam sebuah badan, atau buah dalam sebuah pohon, atau amal dalam sebuah ilmu. Khusu’ artinya tunduk, tenang dan rendah diri serta tawadhu’. Dalam sebuah ayat disebutkan :
وخشعت الأصوات للرحمن فلا تسمع إلا همساً.
“dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.”( Qs Toha : 108 )
Khusu’ secara istilah adalah : keadaan jiwa yang berdampak pada ketenangan dan tawadhu’ dalam bersikap.
Akan tetapi kalau kita melihat teks ayat di atas, maka orang yang khusu’ adalah :
1/ Orang yang menyakini bahwa dia cepat atau lambat akan meninggalkan dunia yang fana’ ini dan akan menemui Robb-nya untuk mendapatkan balasan dari perbuatannya selama hidup di dunia
2/ Orang yang menyakini bahwa kematian akan menjemputnya setiap saat, sehingga dia selalu mempersiapkan bekal untuknya, yaitu menjalankan segala perintah Allah swt dan menjauhi segala larangan-Nya. ([1]) (lebih…)
PENGARUH SABAR DAN SHOLAT DALAM
MENYELESAIKAN PROBLEMATIKA HIDUP
DR.Ahmad Zain An Najah, MA

وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
” Dan mintalah pertolongan ( kepada ) Allah dengan sabar dan sholat.
Dan sesungguhhya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang  khusu’ , ( yaitu ) orang-orang yang menyakini , bahwa mereka akan menemui Robb-nya dan bahwa mereka akan kembali kepad-Nya ” ( QS Al Baqarah : 45 -46 )
Ayat di atas mengandung beberapa pelajaran :
Pelajaran Pertama :
Bahwa Allah memerintahkan seluruh hamba-Nya untuk selalu bersabar dan menegakkan sholat di dalam menghadapi segala problematika hidup.
Adapun sabar secara bahasa adalah menahan, dikatakan : ” qutila fulanun shobron “ artinya : si fulan terbunuh dalam keadan ditahan. Oleh karenanya, seseorang yang menahan diri terhadap sesuatu dikatakan orang yang sabar.
Pelajaran Kedua :
Sabar dibagi menjadi beberapa macam  :
Pertama Sabar di dalam ketaatan, yaitu menata diri untuk selalu mengerjakan perintah-perintah Allah dan Rosul-Nya. Sabar di dalam ketaatan ini adalah tingkatan sabar yang paling tinggi, kenapa ? karena untuk melakukan suatu ketaatan, diperlukan kemauan yang sangat kuat, dan untuk menuju pintu syurga seseorang harus mampu melewati jalan-jalan yang dipenuhi dengan duri, ranjau dan segala sesuatu yang biasanya dia benci dan tidak dia sukai, sebagaimana sabda Rosulullah saw
  وحفت الجنة بالمكاره
” Dan jalan menuju syurga itu dipenuhi dengan sesuatu yang tidak kita senangi ” ( HR Muslim )
Sabar dalam ketaatan ini harus melalui tiga fase :
Fase Pertama : Sabar sebelum beramal, ini meliputi perbaikan niat, yaitu mengikhlaskan amal hanya karena Allah swt , dan bertekad untuk mengerjakan ibadat tersebut sesuai dengan aturannya. Dalam hal ini Allah berfirman :
إِلاَّ الَّذِينَ صَبَرُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ أُوْلَـئِكَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ
” Kecuali orang – orang yang bersabar dan beramal sholeh.”(Qs Hud:11)
Fase Kedua : Sabar ketika beramal, yaitu dengan selau mengingat Allah swt selama beramal, dan tidak malas untuk mengerjakan seluruh rukun, kewajiban dan sunah dari amal tersebut. Kalau sedang mengerjakan puasa umpamanya, maka dia harus tetap mengingat bahwa dirinya sedang puasa dan Allah selalu melihat seluruh amalannya, maka dia berusaha untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh Allah selama berpuasa dan berusaha untuk mengerjakan amalan sunah dan wajib, seperti membantu fakir miskin, memberikan ifthor kepada yang berpuasa, sholat berjama’ah dan sebagainya. (lebih…)
MENGUAK SKANDAL AHLI KITAB
Ahmad Zain An Najah, MA

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ
“ Apakah kamu menyuruh manusia untuk berbuat baik, dan kau melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab, apakah kamu tidak berpikir “ ( Qs Al Baqarah : 44 )
Beberapa pelajaran dari ayat di atas :
Pelajaran   Pertama   :
Ayat di atas merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya, yaitu ditujukan kepada Bani Israel, khususnya para pendeta Yahudi, karena mereka menyuruh manusia untuk berbuat baik, sedangkan mereka sendiri menyelisihinya.
Firman Allah : “ Apakah kamu menyuruh manusia “
” Manusia ” dalam ayat di atas mencakup dua pengertian. ( [1] ) :
Pengertian pertama : Manusia di sini adalah orang-orang di luar Yahudi
Orang-orang Yahudi di Madinah sebelum kedatangan nabi Muhammad saw memberitahukan kepada para penduduk Madinah yaitu kabilah Auz dan Khozraj bahwa akan datang seorang nabi di akhir zaman di kota ini, dan mereka menyuruh penduduk Madinah untuk beriman kepadanya.  Namun ketika nabi Muhammad saw datang dan ternyata dari golongan Arab,maka seketika itu juga orang-orang Yahudi tidak mau beriman. Ini sesuai dengan firman Allah swt :
وَلَمَّا جَاءهُمْ كِتَابٌ مِّنْ عِندِ اللّهِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَهُمْ وَكَانُواْ مِن قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُواْ فَلَمَّا جَاءهُم مَّا عَرَفُواْ كَفَرُواْ بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّه عَلَى الْكَافِرِينَ
Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la’nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu( Qs Al Baqarah : 89 ) 

HUKUM PEREMPUAN MENJADI IMAM SHOLAT
Ahmad Zain An Najah, MA
وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِينَ
“ Dan dirikanlah sholat, tunaikan zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ “ ( Qs Al Baqarah : 43 )
Dalam ayat ini, tidak akan diterangkan hukum sholat dan zakat. Hanya akan diterangkan secara sekilas seputar sholat jama’ah dan beberapa hukum yang terkait dengannya. Hal itu, mengingat sebagian ahli tafsir yang berpendapat bahwa firman Allah: “ dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ “ adalah ayat yang menganjurkan sholat berjama’ah. Agar mempermudah pembahasan, maka diurutkan sebagai berikut :
Pelajaran Pertama :
Hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya bahwa ayat sebelumnya Allah memerintahkan Bani Israel untuk masuk Islam dengan beriman kepada Al Qur’an, setelah itu, pada ayat ini Allah memerintahkan mereka untuk menegakkan sholat, yang merupakan rukun kedua dari bangunan Islam. [1] )
Artinya bahwa orang yang ingin masuk Islam secara benar, hendaknya dia tidak hanya mengucapkan syahadat dengan mulutnya saja, akan tetapi dia harus melaksanakan kewajiban sholat dan zakat juga. Oleh karenanya, kita dapatkan orang munafik yang mengucapkan syahadat di mulut saja tanpa masuk dalam hatinya, merasa sangat berat untuk mengerjakan sholat dan membayar zakat . Dari penafsiran di atas, berarti maksud perintah menegakkan sholat adalah menegakkan sholat lima waktu sebagaimana yang dilakukan kaum muslimin.
Akan tetapi jika kita tafsirkan bahwa perintah sholat pada ayat di atas adalah sholat khusus bagi Bani Israel, maka ayat di atas menunjukan bahwa sholat merekapun terdapat sujud dan ruku’. ( [2] ) Ini dikuatkan dengan firman Allah :
يَا مَرْيَمُ اقْنُتِي لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ
” Wahai Maryam taatlah kepada rabb-mu , dan sujudlah serta ruku’lah bersama orang-orang yang ruku ‘ ( Qs Ali imran : 43 ) (lebih…)
MENCAMPUR- ADUKKAN
KEBENARAN DAN KEBATILAN
( Tentang Penyatuan Agama-agama )
Ahmad Zain An Najah, MA

وَلاَ تَلْبِسُواْ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُواْ الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“ Janganlah kamu campur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kamu sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya. “
( Qs Al -Baqarah : 42 )
Beberapa pelajaran dari ayat di atas :
Pelajaran Pertama :
وَلاَ تَلْبِسُواْ الْحَقَّ بِالْبَاطِل
“ Janganlah kamu campur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan,
Imam Qatadah dan Mujahid mengartikan ayat ini : “ Janganlah kamu campur adukkan antara agama Yahudi dan Nasrani dengan Islam. “ [1] )
Penafsiran Imam Qatadah dan Mujahid di atas ternyata terbukti pada saat ini. Sebagian kalangan yang mengaku Islam, telah benar-benar ingin mencampur adukkan antara Agama Yahudi dan Nasrani dengan Agama Islam. Bahkan lebih dari itu, ingin mencampuradukkan antara agama Islam dengan berbagai aliran kepercayaan. Diantara usaha-usaha untuk mempercampur adukkan antara Islam dengan tiga agama dan berbagai aliran kepercayaan adalah sebagai berikut :
1. Konsep “ NASAKOM “ ( Nasionalis, Agama dan Komunis ) yang dicetuskan oleh Bung Karno, bertujuan untuk menyatukan berbagai haluan politik di Indonesia, salah satunya dengan cara mencampuradukkan Islam dengan paham komunis.
2. Pernyataan sebagian orang yang menyamakan antara Pancasila dengan Islam, dengan merujuk pada sila pertama yang berbunyi : “ Ketuhanan Yang Maha Esa . “ Sila pertama ini, menurut mereka sesui dengan ajaran tauhid dalam Islam yang menyatakan bahwa Allah Maha Esa. Padahal sebagaimana kita ketahui bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila mencakup agama Kristen, Hindu dan Budha, yang mempunyai Tuhan lebih dari satu. Artinya dengan sila ini Pancasila ingin menyatukan antara Islam dengan berbagai agama lainnya. Ingin mencampuradukkan antara kebenaran Islam yang berisikan tauhid dengan kebatilan agama lain yang berisikan kesyirikan. (lebih…)
HUKUM MENJUAL AYAT ALLAH

Ahmad Zain An Najah, MA
وَآمِنُواْ بِمَا أَنزَلْتُ مُصَدِّقاً لِّمَا مَعَكُمْ وَلاَ تَكُونُواْ أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلاَ تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَناً قَلِيلاً وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Quran) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa. ( Qs Al Baqarah : 41 )
Beberapa pelajaran dari ayat di atas :
Pelajaran Pertama :
َوآمِنُواْ بِمَا أَنزَلْتُ
” Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Quran )” Ayat ini menunjukkan empat hal :
1/ Menunjukkan bahwa Bani Israil diperintahkan untuk beriman terhadap apa yang diturunkan Allah di dalam Al Qur’an, termasuk di dalamnya beriman kepada nabi Muhammad saw
2/ Ayat ini merupakan dakwah atau ajakan kepada Bani Israel agar masuk dan memeluk Islam, setelah pada ayat sebelumnya mereka diingatkan tentang nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada nenek moyang mereka ([1]).Ini merupakan cara Al Qur’an berdakwah, yaitu mengingatkan nikmat Allah yang diberikan kepada mereka, atau mengingat kelebihan yang diberikan Allah kepada mereka, setelah itu baru diajak untuk mengikuti ajaran Allah. Atau dengan kata lain : Mengingatkan tauhid rubiyah, kemudian baru diajak untuk bertauhid uluhiyah. Dan cara seperti ini, sangat banyak kita dapatkan dalam Al Qur’an, sebagiannya sudah diterangkan.
3/ Allah dalam ayat ini tidak menyebut Al Qur’an secara langsung, akan tetapi menyebut dengan ” apa yang Aku turunkan, ” hal ini dimaksudkan bahwa alasan kenapa Bani Israel diperintahkan untuk beriman kepada Al Qur’an ? karena Al Qur’an adalah kitab yang diturunkan Allah sama dengan kitab Taurat yang juga diturunkan dari Allah. ([2])
4/ Menunjukkan juga bahwa Tajdid al Iman atau pembaharuan Iman, atau bahkan Tazkiyah Nafs ( pembersihan diri ) yang paling efektif adalah dengan menggunakan Al Qur’an. ( [3] ) Dalam sebuah ceramah yang disampaikan oleh seorang ulama di Madinah Munawarah, salah seorang pendengar bertanya tentang buku terbaik dalam tazkiyah nafs, maka syekh tersebut mengatakan bhawa sebaik –baik buku untuk tazkiyah nafz adalah Al Qur’an.(lebih…)

Ahmad Zain An Najah,MA

Wahai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang Aku anugrahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu, dan hanya kepada-Kulah kamu harus takut

(QS Al Baqarah : 40)
Pelajaran Kesebelas :
Salah satu pelajaran penting yang bisa kita ambil dari ayat di atas adalah kita harus menyakini dan mengetahui sunatullah ( hukum-hukum Allah ) yang berkenaan dengan kehidupan manusia. Hal ini sangat penting, mengingat banyaknya manusia yang gagal di dalammenempuh cita-cita hidupnya, hanya karena tidak memahami sunatullah ini. Sunatullah ini berlaku bagi seluruh manusia, tidak membedakan antara yang muslim dengan yang kafir. Sunnatullah yang bisa diambil dari ayat di atas adalah kaidah yang berbunyi bahwa : “ Balasan Sesuai dengan Perbuatan” ( [1] ) , tepatnya dalam firman Allah : “ dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu “ maksud ayat di atas adalah : Wahai Bani Israil , jika kamu memenuhi janjimu kepada-Ku yaitu dengan melaksanakan isi dan ajaran yang terdapat dalam kitab Taurat, niscaya Aku ( Allah ) akan memenuhi janji-Ku kepada-mu, yaitu Aku akan masukkan kamu ke dalam syurga.

DI BALIK KESULITAN, ADA KEMUDAHAN

Seringkali kita berputus asa tatkala mendapatkan kesulitan atau cobaan. Padahal Allah telah memberi janji bahwa di balik kesulitan, pasti ada jalan keluar yang begitu dekat.

Dalam surat Alam Nasyroh, Allah Ta’ala berfirman,

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 5)

Ayat ini pun diulang setelah itu,

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 6)

Mengenai ayat di atas, ada beberapa faedah yang bisa kita ambil:

Pertama: Di balik satu kesulitan, ada dua kemudahan

Kata “al ‘usr (kesulitan)” yang diulang dalam surat Alam Nasyroh hanyalah satu. Al ‘usr dalam ayat pertama sebenarnya sama dengan al ‘usr dalam ayat berikutnya karena keduanya menggunakan isim ma’rifah (seperti kata yang diawali alif lam). Sebagaimana kaedah dalam bahasa Arab, “Jika isim ma’rifah diulang, maka kata yang kedua sama dengan kata yang pertama, terserah apakah isim ma’rifah tersebut menggunakan alif lam jinsi ataukah alif lam ‘ahdiyah.” Intinya, al ‘usr (kesulitan) pada ayat pertama sama dengan al ‘usr (kesulitan) pada ayat kedua.

Sedangkan kata “yusro (kemudahan)” dalam surat Alam Nasyroh itu ada dua. Yusro (kemudahan) pertama berbeda dengan yusro (kemudahan) kedua karena keduanya menggunakan isim nakiroh (seperti kata yang tidak diawali alif lam). Sebagaimana kaedah dalam bahasa Arab, “Secara umum, jika isim nakiroh itu diulang, maka kata yang kedua berbeda dengan kata yang pertama.” Dengan demikian, kemudahan itu ada dua karena berulang.[1] Ini berarti ada satu kesulitan dan ada dua kemudahan.

Dari sini, para ulama pun seringkali mengatakan, “Satu kesulitan tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan.” Asal perkataan ini dari hadits yang lemah, namun maknanya benar[2]. Jadi, di balik satu kesulitan ada dua kemudahan.

Note: Mungkin sebagian orang yang belum pernah mempelajari bahasa Arab kurang paham dengan istilah di atas. Namun itulah keunggulan orang yang paham bahasa Arab, dalam memahami ayat akan berbeda dengan orang yang tidak memahaminya. Oleh karena itu, setiap muslim hendaklah membekali diri dengan ilmu alat ini. Di antara manfaatnya, seseorang akan memahami Al Qur’an lebih mudah dan pemahamannya pun begitu berbeda dengan orang yang tidak paham bahasa Arab. Semoga Allah memberi kemudahan.

Kedua: Akhir berbagai kesulitan adalah kemudahan

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan, “Kata al ‘usr (kesulitan) menggunakan alif-lam dan menunjukkan umum (istigroq) yaitu segala macam kesulitan. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimana pun sulitnya, akhir dari setiap kesulitan adalah kemudahan.”[3] Dari sini, kita dapat mengambil pelajaran, “Badai pastilah berlalu (after a storm comes a calm), yaitu setelah ada kesulitan pasti ada jalan keluar.”

Ketiga: Di balik kesulitan, ada kemudahan yang begitu dekat

Dalam ayat di atas, digunakan kata ma’a, yang asalnya bermakna “bersama”. Artinya, “kemudahan akan selalu menyertai kesulitan”. Oleh karena itu, para ulama seringkali mendeskripsikan, “Seandainya kesulitan itu memasuki lubang binatang dhob (yang berlika-liku dan sempit, pen), kemudahan akan turut serta memasuki lubang itu dan akan mengeluarkan kesulitan tersebut.”[4] Padahal lubang binatang dhob begitu sempit dan sulit untuk dilewati karena berlika-liku (zig-zag). Namun kemudahan akan terus menemani kesulitan, walaupun di medan yang sesulit apapun.

Allah Ta’ala berfirman,

سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath Tholaq: 7) Ibnul Jauziy, Asy Syaukani dan ahli tafsir lainnya mengatakan, “Setelah kesempitan dan kesulitan, akan ada kemudahan dan kelapangan.”[5] Ibnu Katsir mengatakan, ”Janji Allah itu pasti dan tidak mungkin Dia mengingkarinya.”[6]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً

“Bersama kesulitan, ada kemudahan.”[7] Oleh karena itu, masihkah ada keraguan dengan janji Allah dan Rasul-Nya ini?

Rahasia Mengapa di Balik Kesulitan, Ada Kemudahan yang Begitu Dekat

Ibnu Rajab telah mengisyaratkan hal ini. Beliau berkata, “Jika kesempitan itu semakin terasa sulit dan semakin berat, maka seorang hamba akan menjadi putus asa dan demikianlah keadaan makhluk yang tidak bisa keluar dari kesulitan. Akhirnya, ia pun menggantungkan hatinya pada Allah semata. Inilah hakekat tawakkal pada-Nya. Tawakkal inilah yang menjadi sebab terbesar keluar dari kesempitan yang ada. Karena Allah sendiri telah berjanji akan mencukupi orang yang bertawakkal pada-Nya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.” (QS. Ath Tholaq: 3).”[8] Inilah rahasia yang sebagian kita mungkin belum mengetahuinya. Jadi intinya, tawakkal lah yang menjadi sebab terbesar seseorang keluar dari kesulitan dan kesempitan.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk golongan orang yang sabar dalam menghadapi setiap ketentuan-Mu. Jadikanlah kami sebagai hamba-Mu yang selalu bertawakkal dan bergantung pada-Mu. Amin Ya Mujibas Saa-ilin.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

-Begitu nikmat setiap hari dapat menggali faedah dari sebuah ayat. Semoga hati ini tidak lalai dari mengingat-Nya-

Ternyata Akhirat Tidak Kekal

Oleh: Ustadz Abu Ahmad as-Salafi
MUQODDIMAH
ternyataakhiratDi antara buku-buku berbahaya yang hingga kini masih terpampang di toko-toko buku tanah air adalah bukuTernyata Akhirat Tidak Kekal yang ditulis oleh Agus Musthofa. Buku ini pernah mendapatkan predikat best seller dan sudah dicetak ulang beberapa kali. Meskipun begitu jelas judul buku ini mengingkari aqidah kaum muslimin tentang akhirat, tetapi ternyata banyak kalangan yang menyambut “baik” buku ini seperti Budayawan Rembang Gus Mus, Ketua PWI JATIM Dimam Abror Djuraid, GM Pertamina UPMS V Hariyoto Saleh, dan seorang dosen Matematika di Malang Drs. HM Taufik Djafri, MM, tanggapan-tanggapan mereka terpampang di dalam sampul belakang buku ini.
Sebagai tambahan keterangan bahwa buku Ternyata Akhirat Tidak Kekal ini tidak sendirian, dia hanyalah salah satu dari serial buku-buku “Diskusi Tasawuf Modern” yang merupakan “proyek dakwah” yang sedang digeluti oleh penulis akhir-akhir ini.
Mengingat banyaknya syubhat yang terkandung di dalam buku ini maka kami hendak memaparkan bantahan secara ringkas terhadapnya sebagai nasehat kepada kaum muslimin secara umum dan para pembaca buku ini secara khusus.
PENULIS DAN PENERBIT BUKU INI
Buku ini ditulis oleh Ir. Agus Musthofa, lahir di Malang tanggal 16 Agustus 1963, dia adalah anak seorang guru tarekat Tashawuf. Bia sejak kecil akrab dengan filsafat Tashawuf, ketika belajar di Fakultas Teknik UGM dia banyak terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran modern (baca: rasionalis) Prof. Ahmad Baiquni[1] dan Dr. Sahirul Alim[2] yang menjadi dosennya.
Buku ini diterbitkan oleh PADMA (Padang Mahsyar) Press Taman Sidoarjo JATIM, cetakan keenam, 27 Februari 2005.
METODE TAFSIR RASIONALIS PENULIS
Buku ini secara global adalah kesimpulan-kesimpulan ‘olah akal’ penulis dalam menafsirkan dalil-dalil agama, demikian juga penulis begitu gandrung dengan teori-teori ilmu pengetahuan masa kini sehingga dia seret ayat-ayat al-Qur’an untuk bisa berjalan di belakang teori-teori ilmu pengetahuan tersebut. Dari awal sampai akhir buku ini, pembaca akan banyak dikejutkan dengan tafsir-tafsir ‘nyeleneh’ dari penulis yang menyelisihi al-Qur’an, Sunnah, dan ijma’.
Penulis telah terjatuh ke dalam kesalahan yang faal di dalam metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an, karena merupakan hal yang dimaklumi oleh setiap orang yang memiliki perhatian terhadap ilmu tafsir bahwa metode terbaik dalam menafsirkan al-Qur’an adalah al-Qur’an ditafsirkan dengan al-Qur’an, karena yang global di suatu ayat diperinci di ayat lain, dan jika ada yang diringkas dalam suatu ayat maka dijabarkan di ayat yang lainnya. Jika hal itu menyulitkan maka wajib dicari di dalam Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Sunnah adalah syarah dan penjelas bagi al-Qur’an. Dan jika kita tidak menjumpai tafsir dalam Kitab dan Sunnah, kita kembalikan hal itu kepada perkataan para sahabat karena mereka lebih tahu tentang hal itu. (Lihat Muqoddimah fi Ushuli Tafsir hlm. 93). Adapun tafsir dengan sekedar akal manusia –apalagi dengan teori-teori orang-orang kafir- maka hukumnya adalah haram sebagaimana dalam atsar yang shahih dari Ibnu Abbas:
Barangsiapa yang berkata tentang al-Qur’an dengan akalnya atau dengan tanpa ilmu maka hendaknya mengambil tempat duduknya di neraka. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 1/10 cet. Darul  Fikr)
CONTOH-CONTOH PENAFSIRAN-PENAFSIRAN  “NYLENEH” PENULIS
  1. Ruh adalah potensi kesadaran dan akal budi (hlm. 17).
  2. Manusia diciptakan dari tanah maksudnya bahwa seluruh zat-zat penyusun tubuh manusia berasal dari tanah (hlm. 20).
  3. Manusia diciptakan dari diri yang satu maksudnya dari satu sel yang membelah menjadi kembar, menjadi Adam dan Hawa (hlm. 24).
  4. Surga tempat tinggal Adam dan Hawa adalah di bumi ini tepatnya di Timur Tengah (hlm. 26).
  5. Memakan buah khuldi maksudnya adalah peralihan masa kecil Adam dan Hawa ke masa dewasanya.
  6. Bumi adalah kendaraan angkasa (hlm. 30).
  7. Langit adalah ruang berdimensi tiga yang tidak memiliki tepi, tetapi besarnya terbatas (hlm. 51).
  8. Alam akhirat akan terjadi di permukaan bumi (hlm. 81 dan 190).
  9. Kiamat bumi maksudnya bumi akan ditenggelamkan Allah ke dalam suatu wilayah yang penuh dengan batu meteor di angkasa luar (hlm. 103)
  10. Manusia terendam di dalam Allah (hlm. 158)
  11. Surga berada di bumi (hlm. 196).
  12. Neraka juga berada di bumi (hlm. 219).
  13. Periode akhirat adalah ibarat dari menciutnya alam semesta dan kemudian lenyap (hlm. 240).
ARGUMEN-ARGUMEN PENULIS DALAM MENIADAKAN KEKEKALAN AKHIRAT
1.       Argumen pertama
Penulis berargumen dengan ilmu astronomi yang berbicara tentang peciptaan alam semesta sampai kehancurannya yang kesimpulannya bahwa kiamat bumi akan terjadi sekitar beberapa ribu tahun lagi dan kehancuran alam semesta sekitar 18 milyar tahun lagi (hlm. 100-101 dan 234).
Jawaban: Allah telah menyebutkan dalam Kitab-Nya bahwa kapan terjadinya hari kiamat hanya Allah saja yang tahu, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَداً وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok . Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. luqman [31]: 34), dan Allah Jalla Jalaluh berfirman:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا۝ فِيمَ أَنتَ مِن ذِكْرَاهَا۝إِلَى رَبِّكَ مُنتَهَاهَا۝إِنَّمَا أَنتَ مُنذِرُ مَن يَخْشَاهَا

(Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari kebangkitan, kapankah terjadinya ?  Siapakah kamu (maka) dapat menyebutkan (waktunya)? Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya). Kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya (hari berbangkit) . (QS. an-Nazi’at [79]: 42-45), dan AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِندَ رَبِّي لاَ يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلاَّ هُوَ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ لاَ تَأْتِيكُمْ إِلاَّ بَغْتَةً يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِندَ اللّهِ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ۝

Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: “Bilakah terjadinya?” Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui“..[3] (QS.al-A’raf [7]: 187)
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh Jibril tentang kapan terjadinya hari kiamat, maka beliau menjawab:
Orang yang ditanya tentang itu tidak lebih mengetahui daripada si penanya sendiri. (Shahih Muslim 1/135-144)
Maka kapan terjadinya hari kiamat termasuk perkara-perkara ghoib yang tidak bisa dijangkau akal manusia, bahkan wajib mengambil informasi tentang masalah ghoib tersebut dari wahyu yang merupakan berita yang haq dari al-Haq ‘Azza wa Jalla.
Meskipun Islam sangat memperhatikan dan memuliakan akal, tetapi tidak menyerahkan segala sesuatu kepada akal, bahkan Islam membatasi ruang lingkup akal sesuai dengan kemampuannya, karena akal terbatas jangkauannya, tidak akan mungkin bisa menggapai hakekat segala sesuatu.
Karena inilah maka Islam melarang akal menggeluti bidang-bidang yang di luar jangkauannya seperti pembicaraan tentang Dzat Allah, hakekat ruh, dan yang semacamnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Pikirkanlah nikmat-nikmat Allah, janganlah memikirkan tentang Dzat Allah. (Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah Shahihah: 1788)
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلاً۝

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit“. (QS. al-Isro’ [17]: 85)
Al-Imam Ibnu Abdil Barr berkata: “Pembicaraan tentang terjadinya alam semesta dan kapan terjadinya, penyerupaan dan penafian, dan perkara-perkara lain yang tidak bisa diketahui darinya dengan penyaksian dan panca indera yang semuanya itu telah dicukupi dalam pembicaraan tentangnya oleh kitab-kitab Allah yang membawakan al-haq, yang turun dengan kebenaran, serta berita-berita yang shahih dari para nabi.” (Jami Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi hlm. 788)
Adapun tentang teori-teori orang-orang kafir yang merupakan hasil oleh akal mereka, maka terlalu banyak yang gugur seiring dengan penemuan teori-teori baru, seperti teori Darwin tentang evolusi kera menjadi manusia yang sekarang orang-orang barat beramai-ramai membantahnya, atau teori Quantum Einstein yang dipatahkan oleh Niels Bohr, dan yang lainnya.
2.       Argumen kedua
Penulis membuat kerancuan dengan memahami sebagian ayat-ayat secara keliru yang selanjutnya dia jadikan sebagai pendukung pemikirannya tentang ketidakkekalan akhirat.
Ayat-ayat yang dipahaminya dengan keliru adalah surat Hud [11] ayat 106-108:

فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُواْ فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ۝خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ إِلاَّ مَا شَاء رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ۝وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُواْ فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ إِلاَّ مَا شَاء رَبُّكَ عَطَاء غَيْرَ مَجْذُوذٍ

Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih), mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi , kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam syurga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.
Penulis berkata dalam hlm. 234 setelah membawakan ayat-ayat di  atas: “Akhirat itu akan kekal jika langit dan bumi atau alam semesta ini juga kekal. Sehingga, kalau suatu ketika alam semesta ini juga mengalami kehancuran, maka alam akhirat juga bakal mengalami hal yang sama, kehancuran.”
Jawabannya:
Penulis telah memahami ayat-ayat di atas dengan tafsir ‘akal’nya yang menyelisihi tafsir-tafsir para ulama, karena bumi dan langit yang dimaksud di dalam ayat-ayat di atas adalah bumi dan langit akhirat dan bukan bumi dan langit yang ada di dunia sekarang ini, dengan dalil firman Allah ‘Azza wa Jalla:
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Setiap surga memiliki bumi dan langit”.
Hasan al-Bashri rahimahullah berkata: “Diganti dengan langit yang bukan langit dunia ini dan diganti bumi dengan bumi yang bukan bumi ini, maka surga dan neraka kekal selama bumi dan langit akhirat tersebut kekal.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/559, dan Tafsir Abi Su’ud 4/241)
Demikian juga orang Arab biasa menggunakan kalimat tersebut sebagai ungkapan akan kekekalan dan keabadian. Orang Arab biasa menggunakan kalimat ini dengan tujuan kontinyu semisal: “Dia tetap ada selama ada bumi dan langit.” (Lihat Tafsir ath-Thobari 12/117, Ma’anil Qur’an 3/381, dan Tafsir Tsa’alibi 2/218)
KEKEKALAN AKHIRAT ADALAH IJMA’ KAUM MUSLIMIN DAN KETIDAKKEKALAN AKHIRAT ADALAH PENDAPAT JAHMIYYAH
Al-Imam Ibnu Hazm berkata: “Seluruh kelompok umat ini sepakat bahwa surga beserta nikmatnya dan neraka beserta adzabnya tidak akan sirna kecuali Jahm bin Shofwan(gembong Jahmiyyah).” (al-Milal wan Nihal 4/83)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Generasi awal umat ini, para imamnya, dan seluruh Ahli Sunnah wal Jama’ah telah sepakat bahwa makhluk yang tidak fana selamanya adalah seperti surga, arsy dan yang selainnya. Yang mengatakan bahwa makhluk tadi akan fana hanya kelompok ahli kalam, ahli bid’ah seperti Jahm bin Shofwan dan orang yang sependapat dengannya dari golongan Mu’tazilah (rasionalis) dan yang semisal mereka. Ucapan mereka ini adalah bathil karena menyelisihi al-Qur’an, Sunnah Rasul, dan ijma’ salaf dan imamnya.” (Majmu’ Fatawa 18/307)
Al-‘Allamah Nu’man al-Alusi berkata: “Engkau ketahui bahwa kekekalan orang kafir di neraka adalah merupakan kesepakatan kaum muslimin, orang yang menyelisihinya tidak diperhatikan ucapannya.” (Muhakamah al-Ahmadain hlm. 424)
Inilah yang bisa kami sampaikan tentang kesalahan-kesalahan Agus Musthofa di dalam bukunya ini. Semoga Allah selalu memberikan taufik kepada kita semua ke jalan yang lurus dan menjauhkan kia semua dari semua jalan kesesatan. Amin.«»
Majalah AL FURQON No. 73, Edisi Khusus th. Ke-7 1428/2007 hal. 47-50 rubrik kitab.
[1] Di antara contoh-contoh pemikiran Prof. Baiquni adalah yang dinukil oleh Agus Musthofa di dalam hlm. 17 dari bukunya ini bahwa dia menganggap bahwa makhluk yang ada di bumi sebelum Adam adalah makhluk ‘setengah manusia’ yang telah diketemukan fosil-fosilnya oleh para pakar sejarah kemanusiaan (Antropologi).
[2] Pada tahun 1991 – 1992 kami sempat mengikuti kuliah-kuliah yang disampaikan oleh Dr. Ir. Sahirul Alim di Fakultas Teknik UGM, waktu itu dia sering memberi penafsiran-penafsiran ‘modern’ terhadap ruh, malaikat, kiamat dan sebagainya, sebagaimana yang banyak dilakukan oleh Agus Musthofa di dalam buku-bukunya..
[3] Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata: “Maksudnya mereka tidak mengetahui bahwa pengetahuan tentang hari kiamat itu di sisi Allah, karena itu mereka menanyakannya.” (Fatawa Ibnu Utsaimin 1/32-35)